January 18, 2013

Tim Robot Hamazar : Harumkan Nama Indonesia

Oleh: Mulyadi Saputra

foto: www.ittelkom.ac.id
Seperti apa rasanya jika mendapat peringkat pertama dunia? Pasti campur aduk rasanya, antara bangga, mengejutkan, dan tidak percaya. Seperti inilah yang baru dirasakan tiga mahasiswa Institut Teknologi Telkom (IT Telkom), belum lama ini. Adalah Candra Herdianto, Dian Wahyu Widayanto, dan Andrean Permana Ardhi yang baru saja membawa robot ciptaannya menjadi yang terbaik dalam Trinity College Fire-Fighting Home Robot Contest (TCFFHRC) 2012 yang berlangsung di Amerika, Sabtu – Minggu (31/3 – 1/4).   
Dalam ajang yang diikuti 48 robot dan 130 tim dari Amerika, Israel, China, Portugal, dan Indonesia ini, robot mereka yang bernama Hamazar ini, mampu menggungguli peserta lainnya khususnya dalam kategori robot beroda. Tak ayal, mereka pun mendapat apresiasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan sempat tampil di berbagai media massa. Indonesia memang sudah dikenal di kalangan peserta lomba TCFFHRC, karena setiap tahunnya perwakilan dari Indonesia selalu
meraih juara. Bahkan, bendera Indonesia pun sudah terpampang dalam buku TCFFHRC berdampingan dengan negara-negara lainnya.  
“Orang tua pastinya sangat bangga, karena kemarin kami sempat masuk televisi,” ungkap Candra. Sementara Dian menuturkan, saking bangganya orang tuanya sempat menangis saat melihat dirinya diwawancarai sebuah stasiun televisi swasta. “Dukungan orang tua memang luar biasa, karena saya masuk ke IT Telkom saja pamit dulu sama mereka,” lanjut mahasiswa kelahiran Klaten, 21 Juli 1991 ini.   
Melihat keberhasilan tiga mahasiswa ini, tentu tak dapat dilepaskan dari hobi mereka ‘ngulik’ di Laboratorium Robotik yang ada di IT Telkom. Meski ketiganya berasal dari program studi (prodi) yang berbeda, namun tak menyurutkan semangat mereka untuk saling berbagi informasi dan serius menekuni dunia robot. Ketiganya pun mampu berbagi tugas dalam pengerjaan robotnya. Candra yang berasal dari Prodi Teknik Elektron angkatan 2008 serius menggeluti progamming robot. Adapun Dian yang berasal dari Prodi Teknik Komputer angkatan 2008 memilih menjadi mekanik untuk robotnya. Sementara Andrean yang satu angkatan dan prodi dengan Candra, diposisikan dalam hal bidang elektronika robotnya. Dengan pembagian tugas seperti ini, masing-masing personel dapat saling melengkapi dan membantu.
Trio ini sebelum berhasil dalam TCFFHRC 2012, sudah beberapa kali mengikuti kontes robot di Indonesia baik tingkat regional maupun nasional. Jadi, pengalaman mereka dalam kompetisi robot sudah makan asam garam. Meski begitu, Dian sempat merasa minder saat mengikuti TCFFHRC. “Waktu percobaan pertama, kami merasa minder karena robot dari China dan Israel terutama, gerakannya sangat cepat. Bahkan, robot dari China sudah menggunakan beberapa komponen seperti sensornya yang biasa digunakan industri,” papar Dian.
Candra menambahkan, beberapa tim asing memang menggunakan komponen yang biasa digunakan untuk industri. Tak heran, performanya sangat cepat. “Untuk prosesornya saja, China menggunakan ukuran 32 byte dan biasa digunakan di industri. Sementara kami hanya menggunakan yang 8 byte. Meski begitu, robot mereka ada kelemahannnya. Mereka sepertinya kurang memperhatikan sistem reset error-nya, jadi sekali trial langsung error meski gerakannya cepat. Sementara kami meski lambat, namun bisa menanggulangi error,” jelasnya.
Ketiganya mengaku, ada beberapa pelajaran dan kesan yang didapat dari kompetisi berkaliber internasional, di antaranya kedisiplinan dan sikap pantang menyerah. Selain itu, Candra menggarisbawahi perlunya sikap sportif dan keterbukaan. “Suasana pertandingan di sana lebih santai, karena yang ditonjolkan adalah proses pembelajarannya bukan ambisi untuk menang. Di sana, suasana berbaginya lebih terasa, jadi sesama tim sharing mengenai robot lebih terbuka. Sementara saat kontes di sini, sulit sekali bahkan ada tim yang sangat tertutup, mungkin takut ditiru. Jadi, ada perbedaan orientasi, kalau di sini orientasinya untuk menang, kalau di sana orientasinya belajar,” ujar mahasiswa kelahiran Yogyakarta, 1 Juni 1990 ini.
Andrean menambahkan, dirinya sempat mengesampingkan kegiatan kuliahnya demi menekuni bidang robotik di lab. Meski begitu, bukan berarti, ia dan kedua rekannya mengabaikan kuliahnya sama sekali. “Sebelum ikut lomba, saya memfokuskan diri pada bidang robotik. Dulu, kami ikut kuliah hanya untuk ikut quiz dan ujian. Dulu dispensasi dari kampus hanya berupa kehadiran. Tapi, saya sampaikan jangan setengah-setengah, kerja itu harus totalitas. Dan, saat lomba ketika ada yang tidak dimengerti, saya banyak sharing dengan tim lain maupun dengan anggota tim sendiri,” tutur mahasiswa kelahiran Klaten, 19 Agustus 1990 ini.
Diakui Candra, kini pihak kampus sudah memberikan dispensasi untuk kehadiran kuliah dan nilai untuk beberapa mata kuliah yang terkait bidang robotik. “Ada beberapa dosen yang memberi nilai bagus. Misalnya mata kuliah Microcontroller, kami sudah dianggap menguasai karena memang robot salah satunya menggunakan hal itu. Hanya untuk nilai praktik dan ujian kami tetap harus mengikuti seperti mahasiswa lainnya. Tapi memang kegiatan pengembangan robot, tidak sepenuhnya menganggu kuliah karena biasanya dikerjakan sepulang kuliah atau di malam hari. Selain itu, robot tidak akan membuat kita bodoh,” tegasnya.
Untuk ke depannya, Trio Hamazar ini mungkin tak akan kembali memperkuat tim robot IT Telkom dalam berbagai kompetisi robot. Tiga mahasiswa senior ini ingin memberi kesempatan bagi adik-adik kelasnya untuk turut berkiprah dalam mengembangkan bidang robotik di Indonesia. Pihak IT Telkom pun sudah menyediakan kompensasi bagi mahasiswa berprestasi seperti ketiganya berupa beasiswa. Meski begitu, ketiganya berharap ada perhatian dari berbagai pihak terkait untuk membantu pengembangan robot di IT Telkom atau Indonesia pada umumnya.
“Saya sangat suka dengan bidang robotik, karena itu nanti saya ingin bekerja dan melakukan riset di bidang robotik. Untuk itu, laboratorium ini jangan dibiarkan begitu saja. Ketika sudah menang, tidak ada tindak lanjutnya. Tapi saya berharap, laboratorium ini bisa memproduksi robot yang bisa dijual. Jadi, lab. ini tak hanya memproduksi robot untuk lomba, namun bisa menghasilkan produk komersil,” harap Dian.

*Pernah dimuat di ajalah Tell 

>>Artikel lain klik<<

No comments:

Post a Comment